Teks ini dibuat atas permintaan Dhila, atas tugas dari mas Bagus (Wawan), ketua Panitia Peringatan 17-an (di RW 43 Rejosari, Jakal 10,5 Jogja) untuk mengisi renungan, nanti pada malam tirakatan 16 Agustus 2023.
Sebenarnya teks renungan yang diunggah di Blog ini pada 16 Agustus 2014 itu lumayan bagus, tapi sudah sering dibacakan, pengin yang sedikit lebih segar.
Inilah teks-nya.
RENUNGAN VERSI-2
Seorang anak kecil berlari ceria, meraih kain merah-putih,
diikatkan dikepalanya. Ia berloncatan
kesana-kemari sambil berkali-kali berteriak “Merdeka”.
Namun, tertegunlah ayahnya saat anak itu bertanya:
“Ayah, merdeka itu apa?”
Ayahnya terdiam sesaat. Sulit baginya untuk menerangkan kata
sederhana itu dalam bahasa anaknya. Yang terucap adalah kalimat klise: “Merdeka
itu, terbebas dari penjajahan”.
Dengan wajah polos, bocah itu menatap wajah ayahnya, seakan
belum puas atas jawaban itu.
Laki-laki itu sadar bahwa anaknya tentu tidak faham, apa itu
penjajahan. Ia hanya mampu menjelaskan sekena-nya, sebatas yang ia tahu.
“Ayah, .. kenapa kita bisa dijajah? ... Kenapa selama itu kita tidak bisa melawan? ... Dan mengapa kita
harus kalah?”
Maka makin gundah-lah hati laki-laki itu karena dirinya tak
pandai menjawab dan berkata-kata lagi.
Diraihlah anak kecil
ber-paras rembulan itu sambil berucap: “Sudahlah Nak, hari hampir malam,
kita bobok dulu. Besok Ayah akan
bercerita lebih banyak, tentang burung Garuda yang terbang dengan gagahnya di langit-biru, juga tentang kakek dan teman-temannya saat ikut perang melawan penjajah untuk
merebut kemerdekaan”.
“Para pejuang itu mengenakan ikat kepala merah-putih seperti
yang kau pakai sekarang ini”.
Anak kecil itu tersenyum, dan segera ia terlelap dalam buaian
mimpi indah.
***
Duka di tahun 2019
Tak jelas penyebab
pasti-nya, tiba-tiba kita diterpa musibah yang mengerikan. Wabah Covid-19 tak hanya membawa derita sakit berkepanjangan,
ia juga meminta sangat banyak korban jiwa. Saat itu kita ada dalam ketakutan
yang sangat nyata. Ambulans meraung tanpa henti, korban berjatuhan silih
berganti.
Masing-masing kita mencoba bertanya dalam hati, apakah ini
cobaan, ujian atau hukuman dari
Tuhan karena kita lupa bersyukur atas nikmat yang diberikan oleh-NYA.
Lupa bahwa kita diijinkan tinggal di negeri yang indah dan damai. Ya .. ,
negeri yang terbentang dari Sabang hingga Merauke, dan membujur dari Nias
hingga pulau Rote.
Sementara orang lain
menganggap bahwa
Indonesia adalah serpihan sorga yang terhampar di khatulistiwa, ... tapi kita justru terlalu sering tidak
puas atas apapun yang terjadi di negeri tercinta ini. Seakan semua yang tampak
hanyalah keburukan yang harus cela tanpa-henti.
Peristiwa lokcdown
benar-benar menghentak kesadaran kita bahwa ternyata kita mudah terpancing
untuk menutup diri, masuk dalam kelompok yang sempit dan menganggap kelompok
lain adalah ancaman baginya. Lihatlah saat itu, betapa banyak terjadi
salah-paham oleh karena kecurigaan dan ego yang berlebihan.
Beruntunglah bahwa di dasar hati kita telah tertanam dengan
kuat segala petuah luhur dari para-pendahulu tentang sebuah perjuangan, kebersamaan dan
rasa empati yang dalam akan derita sanak-saudara dan tetangga disekitar kita.
Dan benarlah, dalam waktu yang tak terlalu lama, kita bisa bangkit kembali.
Kita jadi ingat, salah satu putra terbaik bangsa ini; Jendral Sudirman. Fisiknya boleh sakit
parah, namun perjuangan tak kenal menyerah. Beliau mengendalikan Perang Gerilya
dari atas tandu sambil berkali-kali menghindar dari sergapan musuh. Pak Dirman nyaris tak sempat istirahat karena
harus selalu berpindah dari medan pertempuran di lembah yang satu ke lereng
gunung yang lain.
Itu semua adalah persembahan seorang kesuma-bangsa bagi negeri tercinta-nya. Sebuah dharma dari seorang
kesatria agar Indonesia merdeka, dan tetap merdeka, demi kesejahteraan seluruh
rakyat negeri ini.
Nusantara akan selalu semerbak wangi oleh bunga-bangsa yang bertebaran di seluruh
persada negeri.
Di sebelah barat sana, di tanah Swarna-Dwipa Sumatra, ada Teuku Umar, Tuanku Imam Bonjol dan Cut
Nyak Dhien.
Di Banten ada Sultan Ageng Tirtayasa, di Jawa Barat ada
Muhammad Toha dan Dewi Sartika, di Jawa Tengah ada Ibu Kartini, di Kraton Mataram
ada Pangeran Mangkubumi dan Pangeran Sambernyawa, di Jawa Timur ada Bung Tomo, dan di Bali ada I Gusti Ngurah Rai.
Di Kalimantan ada Pangeran Antasari, di Makasar ada Sultan
Hasanudin, di Maluku ada Pattimura dan Sultan Baabullah dan di Papua ada Frans
Kaisiepo.
Tentu masih banyak lagi pahlawan-pahlawan yang namanya harum
sepanjang masa, jiwanya abadi menggelorakan semangat perjuangan, dan dharma-nya
menghiasi hati seluruh anak bangsa.
***
Dalam mimpinya, anak itu menangis sedih karena melihat
penghuni negeri ini saling mencaci dan saling menghujat. Jari telunjuk-nya
terjulur ke-muka, matanya memerah, pertanda marah dan lupa-diri.
Hati anak itu bergolak. Ia berbicara pada dirinya sendiri:
“Katanya, dulu, segala perbedaan itu membuat kita saling
mengenal, jalinan persaudaraan makin kuat dan menjadikan semuanya tampak indah
oleh warna-warni pelangi kehidupan”.
“Kenapa kini sepercik perbedaan saja dapat memantik
pertikaian, dan nyaris membuat pertumpahan darah sesama anak negeri?”
Anak itu berteriak lantang:
“Hentikan ..!!”
Manakala orang yang saling bertikai itu mulai reda, ia
berkata dengan suara yang dalam:
“Janganlah bermusuhan, .. mereka semua itu saudaramu.
Segeralah bergandeng tangan agar kita kuat. Kita akan bersama-sama membangun
negeri ini menjadi mercusuar Dunia”.
Semua tersenyum dan menyatukan tangannya sambil diguncangkan
keras, penuh kegembiraan.
Terkejutlah anak itu karena tiba-tiba ia terbangun di sisi
Ayah-Ibunya.
Dengan terbata-bata ia berkata kepada Ayahnya:
“Ayah, aku sudah ketemu Kakek dan teman-temannya yang sedang berperang. Aku dan teman-temanku juga
ikut berjuang di medan yang lain”.
“Apa yang kau lihat
disana?”
“Semua ber-ikat kepala merah-putih
dan membawa bambu-runcing. Setiap
ketemu temannya, mereka selalu meneriakkan sesuatu dengan berapi-api”.
“Maka, kami-pun ikut meneriakkan kata maha-sakti itu hingga langit
seakan bergetar: ... Merdeka .. , Merdeka .. , Merdekaaaa !!”
Dan Garuda itu terbang ke langit tinggi mengitari Nusantara,
menjaga negeri tercinta, Indonesia.
Teks Oleh:
Anang Prawoto
Mahameru Pancer-Lima
Sabtu, 12 Agustus 2023 Jam 02.55
Diunggah oleh Mahameru00:
Senin, 14 Agustus 2023 Jam 13.20 WIB.