14/08/2023

RENUNGAN 17-AN (TEKS-2)


Teks ini dibuat atas permintaan Dhila, atas tugas dari mas Bagus (Wawan), ketua Panitia Peringatan 17-an  (di RW 43 Rejosari, Jakal 10,5 Jogja) untuk mengisi renungan, nanti pada malam tirakatan 16 Agustus 2023.

Sebenarnya teks renungan yang diunggah di Blog ini pada 16 Agustus 2014 itu lumayan bagus, tapi sudah sering dibacakan, pengin yang sedikit lebih segar.

Inilah teks-nya.



RENUNGAN VERSI-2

 

Seorang anak kecil berlari ceria, meraih kain merah-putih, diikatkan dikepalanya.  Ia berloncatan kesana-kemari sambil berkali-kali berteriak “Merdeka”.

Namun, tertegunlah ayahnya saat anak itu bertanya:

“Ayah, merdeka itu apa?”

Ayahnya terdiam sesaat. Sulit baginya untuk menerangkan kata sederhana itu dalam bahasa anaknya. Yang terucap adalah kalimat klise: “Merdeka itu, terbebas dari penjajahan”.

Dengan wajah polos, bocah itu menatap wajah ayahnya, seakan belum puas atas jawaban itu.

Laki-laki itu sadar bahwa anaknya tentu tidak faham, apa itu penjajahan. Ia hanya mampu menjelaskan sekena-nya, sebatas yang ia tahu.

“Ayah, .. kenapa kita bisa dijajah? ... Kenapa selama itu  kita tidak bisa melawan? ... Dan mengapa kita harus kalah?”

Maka makin gundah-lah hati laki-laki itu karena dirinya tak pandai menjawab dan berkata-kata lagi.

Diraihlah anak kecil ber-paras rembulan itu sambil berucap: “Sudahlah Nak, hari hampir malam, kita bobok dulu.  Besok Ayah akan bercerita lebih banyak, tentang burung Garuda yang terbang dengan gagahnya di langit-biru, juga tentang kakek dan teman-temannya saat ikut perang melawan penjajah untuk merebut kemerdekaan”.

“Para pejuang itu mengenakan ikat kepala merah-putih seperti yang kau pakai sekarang ini”.

Anak kecil itu tersenyum, dan segera ia terlelap dalam buaian mimpi indah.

***

Duka di tahun 2019

Tak jelas penyebab pasti-nya, tiba-tiba kita diterpa musibah yang mengerikan. Wabah Covid-19  tak hanya membawa derita sakit berkepanjangan, ia juga meminta sangat banyak korban jiwa. Saat itu kita ada dalam ketakutan yang sangat nyata. Ambulans meraung tanpa henti, korban berjatuhan silih berganti.

Masing-masing kita mencoba bertanya dalam hati, apakah ini cobaan, ujian  atau hukuman dari Tuhan  karena kita lupa bersyukur atas nikmat yang diberikan oleh-NYA. Lupa bahwa kita diijinkan tinggal di negeri yang indah dan damai. Ya .. , negeri yang terbentang dari Sabang hingga Merauke, dan membujur dari Nias hingga pulau Rote.

Sementara orang lain menganggap bahwa Indonesia adalah serpihan sorga yang terhampar di khatulistiwa, ...  tapi kita justru terlalu sering  tidak puas atas apapun yang terjadi di negeri tercinta ini. Seakan semua yang tampak hanyalah keburukan yang harus cela tanpa-henti.

Peristiwa lokcdown benar-benar menghentak kesadaran kita bahwa ternyata kita mudah terpancing untuk menutup diri, masuk dalam kelompok yang sempit dan menganggap kelompok lain adalah ancaman baginya. Lihatlah saat itu, betapa banyak terjadi salah-paham oleh karena kecurigaan dan ego yang berlebihan.

Beruntunglah bahwa di dasar hati kita telah tertanam dengan kuat segala petuah luhur dari para-pendahulu  tentang sebuah perjuangan, kebersamaan dan rasa empati yang dalam akan derita sanak-saudara dan tetangga disekitar kita. Dan benarlah, dalam waktu yang tak terlalu lama, kita bisa bangkit kembali.

Kita jadi ingat, salah satu putra terbaik bangsa ini; Jendral Sudirman. Fisiknya boleh sakit parah, namun perjuangan tak kenal menyerah. Beliau mengendalikan Perang Gerilya dari atas tandu sambil berkali-kali menghindar dari sergapan musuh.  Pak Dirman nyaris tak sempat istirahat karena harus selalu berpindah dari medan pertempuran di lembah yang satu  ke lereng gunung yang lain.

Itu semua adalah persembahan seorang kesuma-bangsa bagi negeri tercinta-nya. Sebuah dharma dari seorang kesatria agar Indonesia merdeka, dan tetap merdeka, demi kesejahteraan seluruh rakyat negeri ini.

Nusantara akan selalu semerbak wangi oleh bunga-bangsa yang bertebaran di seluruh persada negeri.

Di sebelah barat sana, di tanah Swarna-Dwipa Sumatra, ada Teuku Umar, Tuanku Imam Bonjol dan Cut Nyak Dhien.

Di Banten ada Sultan Ageng Tirtayasa, di Jawa Barat ada Muhammad Toha dan Dewi Sartika, di Jawa Tengah ada Ibu Kartini, di Kraton Mataram ada Pangeran Mangkubumi dan Pangeran Sambernyawa, di Jawa Timur ada Bung Tomo,  dan di Bali ada I Gusti Ngurah Rai.

Di Kalimantan ada Pangeran Antasari, di Makasar ada Sultan Hasanudin, di Maluku ada Pattimura dan Sultan Baabullah dan di Papua ada Frans Kaisiepo.

Tentu masih banyak lagi pahlawan-pahlawan yang namanya harum sepanjang masa, jiwanya abadi menggelorakan semangat perjuangan, dan dharma-nya menghiasi hati seluruh anak bangsa.

***

Dalam mimpinya, anak itu menangis sedih karena melihat penghuni negeri ini saling mencaci dan saling menghujat. Jari telunjuk-nya terjulur ke-muka, matanya memerah, pertanda marah dan lupa-diri.

Hati anak itu bergolak. Ia berbicara pada dirinya sendiri:

“Katanya, dulu, segala perbedaan itu membuat kita saling mengenal, jalinan persaudaraan makin kuat dan menjadikan semuanya tampak indah oleh warna-warni pelangi kehidupan”.

“Kenapa kini sepercik perbedaan saja dapat memantik pertikaian, dan nyaris membuat pertumpahan darah sesama anak negeri?”

 

Anak itu berteriak lantang:

“Hentikan ..!!”

Manakala orang yang saling bertikai itu mulai reda, ia berkata dengan suara yang dalam:

“Janganlah bermusuhan, .. mereka semua itu saudaramu. Segeralah bergandeng tangan agar kita kuat. Kita akan bersama-sama membangun negeri ini menjadi mercusuar Dunia”.

Semua tersenyum dan menyatukan tangannya sambil diguncangkan keras, penuh kegembiraan.

Terkejutlah anak itu karena tiba-tiba ia terbangun di sisi Ayah-Ibunya.

 

Dengan terbata-bata ia berkata kepada Ayahnya:

“Ayah, aku sudah ketemu Kakek dan teman-temannya yang sedang berperang. Aku dan teman-temanku juga ikut berjuang di medan yang lain”.

“Apa yang kau lihat disana?”

“Semua ber-ikat kepala merah-putih dan membawa bambu-runcing. Setiap ketemu temannya, mereka selalu meneriakkan sesuatu dengan berapi-api”.

“Maka, kami-pun ikut meneriakkan kata maha-sakti itu  hingga langit seakan bergetar: ... Merdeka .. , Merdeka .. , Merdekaaaa !!”

Dan Garuda itu terbang ke langit tinggi mengitari Nusantara, menjaga negeri tercinta, Indonesia.

 

Teks Oleh:

Anang Prawoto

Mahameru Pancer-Lima

Sabtu, 12 Agustus 2023   Jam 02.55

 

Diunggah oleh Mahameru00:

 Senin, 14 Agustus 2023  Jam 13.20 WIB.