05/08/2021

SIO MAMA (LAGU POP DAERAH AMBON)

Yang ini memang tidak ada ingatan khusus karena memang belum pernah tinggal berlama-lama di Ambon. Jalan-jalan di sekitar pelabuhan hanya saat sembahyang Jum'at di masjid dekat Dermaga; Masjid Al Fatah.

Selebihnya, hanya jika mau/dari pulang mudik dan kapal singgah di Ambon 4 jam. Itu menjadi kesempatan baik bagi saya dan teman-teman untuk jalan-jalan ke kantor Depdikbud Provinsi Maluku, sekalian ngurus administrasi kepegawaian jika ada hal yang penting.

Diluar itu, hanya sekali jalan ke rumah Bu Els Akuywen (mungkin ejaannya salah) di daerah Kuda Mati (atau Karang Panjang?). Saat itu saya harus pamit karena pindah dari Ternate ke Jogja. Beliau ini banyak membantu teman-teman perantau di Ternate jika ada urusan kepegawaian.


 Link MP3: 

SIO MAMA (Lagu Pop Daerah Ambon)

 

Ternyata merantau 8 tahun di Maluku Utara (saat itu masih kabupaten)  di pergantian era ’1980-an ke ’1990-an kala itu memaksa diri ini untuk banyak belajar berbagai hal, terutama tentang kehidupan.

Sekarang baru berfikir, kenapa dulu saat datang harus kost di Umi (Arab), dan saat ingin pindah minta dicarikan kost yang pintu kamarnya kangsung menghadap keluar, dapat di keluarga Imam/Khotib Masjid Agung Ternate (Masjid Arab) dan ustadz itu se-lifting Ustadz Gani Kasuba (lulusan Al-Ashar) yang sekarang jadi Wakil Gubernur Maluku Utara.

Ustadz itu bernama Fauzi Aziz (panggilannya 'Oji'), beliau tiap waktu ngaji (seperti menghafal Qur’an atau bahasa Arab) dan disuarakan agak keras. Saya sering bercanda dengan beliau karena cukup jenaka, apalagi anak laki-lakinya yang masih TK (?) berbadan tambun itu, lucu.

Meski tinggal serumah dengan ustadz Oji, tapi saya lebih akrab dan sering 'baku gara' (saling ngerjain; nge-prank) dengan adiknya, namanya Faruk Aziz (tinggal bersama istrinya; 'Ad' atau 'Aad'.. , saya kurang paham ejaannya, dan anak perempuan seusia SD), rumahnya di seberang jalan (Jl. Rambutan) Kampung Makassar (dekat kuburan Islam).

Satu lagi, mungkin yang tertua dari putra2 keluarga Azis (benar-benar keturunan Arab), namanya Faisal Azis. Beliau juga ramah tapi jarang ketemu karena kerja sebagai wartawan. Saat itu aktif di koran Suara Maluku. Seingat saya beliau punya putri semata wayang yang saat itu masih SD atau SMP, namanya Fadhila, anaknya hitam manis.

Ini kenang-kenangan foto kartu Lebaran dari beliau.

Keluarga besar Ibu Lulu Azis (saat itu usia kura-kira 65-an tahun) itu tak beda dengan Umi yang tinggal di Belakang Benteng Oranye; 'gemati' sama saya, mungkin dianggap sebagai 'anak ragil' dari Klan Arab itu. Atau bisa jadi saking mesakke karena postur saya kecil dan wajah saya memelas.

Barulah kira-kira tahun 1989 saya bergabung dengan teman-teman untuk nyewa satu rumah di daerah Santiong (dekat kuburan Cina), rumah beratap seng dan plafon-nya menggunakan pelepah sagu yang disusun membujur.

Pemilik rumah itu seorang nenek bermarga 'Teng' dari Tidore. Namanya keren dan terkesan masih Nona2; ‘Hadinda Tarumadayo’.

Meski sudah sepuh dan jalannya agak susah karena sedikit gemuk, tapi suka cerita dan bercanda. Putra beliau yang posturnya agak mirip adalah Om Luthfi, sedang kakaknya yang bernama Muchtar Teng (?) malah mirip suaminya bulik saya yang tinggal di Mancasan Pandowoharho Sleman.

Keluarga Teng itupun begitu baik, kami layaknya menempati rumah famili yang kebetulan tidak dihuni. Masih lagi didukung tetangga yang ramah, rasanya seperti tinggal di bumi kelahiran, bahkan jika ada acara baca-doa (tahlil) kami ikut diundang, padahal jika acara itu terbatas, biasanya yang diundang tak lebih dari 25 orang.

Benarlah pepatah 'Dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung', dan untuk segala kebaikan itu, saya hanya bisa membalas dengan doa: “Semoga Tuhan memanjangkan usia saudara-saudaraku disana, melapangkan rejeki, dan selalu dilimpahi berkah serta kemuliaan dariNYA”.

Maka lagu SIO MAMA ini menjadi ungkapan kangen seorang ‘anak Maluku’ yang merantau lama dan belum sempat pulang.

Saya yang tinggal disana hanya 8 tahun saja kangen untuk datang berkunjung lagi, apalagi anak asli Maluku, tentu sangat rindu untuk kembali, bermanja dipangkuan bumi leluhur, memeluk Papa/Mama-nya yang sudah makin tua, mencium tangan dan bersua dengan penuh kehangatan, serta bercanda dengan teman-teman lama disaat ia masih kecil/remaja.

 

-- [an20210805_0021] --