23/04/2020

KIDUNG RUMEKSA WENGI


Sebenarnya tidak niat membuat tembang karena pada Selasa 14 April 2020 petang hari jm 20:01:46 itu saya hanya nyoba microphone usang merk TOA yang saya beli tahun 1981-an. Semula mic itu ber-type dynamic kecil dengan trafo impedansi, kemudian saya ubah menjadi condenser.

 



Dulu, mic itu cocok untuk persewaan Pengeras Suara dengan Horn Speaker yang di pasang pada pohon kelapa atau pohon lain yang tingginya lebih dari 10 meter.

Era 80-an, persewaan pengeras seperti itu populer dan marak di pedusunan, dimana jika ada orang hajatan, biasanya 3 hari sebelumnya sudah memasang pengeras suara yang memutar kaset lagu-lagu populer di jamannya, dan kalau malam nyetel wayang kulit (saat itu yang populer Ki Hadi Sugito, Ki Timbul Hadi Prayitno, Ki Sugi Hadi Karsono dan Ki Suparman).

Kebiasaan seperti itu bagi tamu atau  saudara-saudara jauh yang mau nyumbang benar-benar membantu karena memudahkan mencari lokasi hajatan. Berarti jaman dulu-pun ada 'share-location' yang mudah diakses dari jarak 3km-an.

Lain halnya bagi orang yang mampu, kalau hajatan bisa menanggap wayang siang-malam. Yang paling sering saya lihat saat itu adalah Ki Warno Kimpul (dengan dalang muda/wakil untuk siangnya; Ki Sutikno, Ki Laksono/Lasono, Ki Surip) dan Ki Dalang Kencuran (spesial Ramayana; tokoh kera). Sesekali ada dalang lain; Ki Suyatin Cermo Sujarwo (Gedong Kuning), Ki Gito-Gati, Ki Dalang Randusongo dan Ki Dalang Kali Bulus.

Ki Warno Kimpul itu mengesankan sekali,  suaranya agak serak (eseg), tapi sabetannya kenceng dan greget, bahkan konon kalau Setyaki menendang musuh, ada saja kaki penonton yang ikutan reflek nendang.


Hal lain yang spesifik, mbah Warno itu kalau melakonkan Baratayuda, mesti 'misuh' dan saru, tapi katanya itu jadi syarat karena beban dan resiko Baratayuda itu berat, dan sarunya masih belum seberapa dibanding dalang masa kini yang cenderung suka mengumpat dan bercanda vulgar.

Dari khasanah hajatan itu, baik sewa pengeras untuk sekedar nyetel kaset maupun pentas langsung, mic TOA jenis  dynamic sangat populer di masa-nya. Persewaan yang pas-pasan, biasanya hanya menggunakan loudspeaker 4 inchi dibungkus saputangan terus digantung, dan kalau pentas berlangsung, berkali-kali terdengar denging feedback.

Pada saat nyoba mic itu, komputer rekam yang saya beli second-an sudah saya pasang (ambil di Rusunawa Papringan dengan teman kantor melalui prosedur Covid-19 yang ketat) , dan mic-nya belum dipasang tutup.

Tidak tahu kenapa, tiba-tiba saja saya nembang Asmaradana (biasa diucapkan Asmarandana) kemudian lanjut cakepan (syair) "Ana Kidung Rumeksa Ing Wengi".

Setelah cek file, ternyata rekamannya lumayan clear, tidak sebagaimana mic dynamic yang saya punya, yang cenderung nge-Bass. Untuk condenser mic ini, stel-an Mixer untuk tombol Bass hanya datar-datar saja (biasa dikenal sebagai 0 dB) sedangkan Trebble maksimum.


Yang jadi masalah hanya efek 'Popping' untuk ucapan yang mengandung huruf 'B' dan 'P'. Kebetulan, popping filter belum dipasang, padahal sebenarnya sudah sedia tiga buah.

Hitung-hitung melengkapi 'Sholawat Asyghil' untuk membendung Covid-19, maka kidung yang konon karya Kanjeng Sunan Kalijaga inipun menjadi sarana tolak balak.


Ini menjadi sarana mohon keselamatan dan kateguhan (kekuatan lahir batin), menjauhkan celaka/bilahi, juga sebagai penangkal ulah jin setan yang jahat, teluh, tuju-tenung, (tuju bukan berarti 7), dan santet, guna-guna dari orang yang berbuat dzolim/salah-nyalahi/luput.
 


Digambarkan, kidung ini bisa mengubah api menjadi air (artinya bisa mengubah yang panas menjadi dingin/sejuk), dan pencuri akan menjauh jika mendengar kidung ini. Tentu, itu semua jika Tuhan mengijinkan.

Tapi, seperti apa sih kedekatan kita pada Tuhan? Selama ini kita sering terlalu berbangga diri dengan hanya pandai berbantah dalil tetapi tidak pernah punya laku tirakat, menyepi, mendekatkan diri pada Dzat Yang Maha Perkasa dan Maha Memiliki segalanya. Kita masih terlalu kesulitan mendengar bisikan lembut Tuhan karena nafsu kita terlalu gaduh memngganggu hati, berebut jatah untuk tampil mendominasi.



 

Silahkan klik Link ini: KIDUNG RUMEKSA WENGI

Jika Anda kesulitan meng-akses, gunakan alternatif Link ini:  KIDUNG RUMEKSA WENGI



 


Dan juga Link ini: ASMARADANA (ASMARANDANA)

Jika Anda kesulitan meng-akses, gunakan alternatif Link ini:  ASMARADANA





[an_20200423_0241 dilanjutkan 1 Romadhon 1441H atau 20200424_1330]


05/04/2020

SHOLAWAT ASYGHIL UNTUK COVID-19


Tampaknya tidak nyambung. Bukankah Sholawat Asyghil itu dibaca saat menghadapi kedzoliman rezim, atau raja yang otoriter, penguasa atau orang yang memiliki kekuatan ekstra yang umat tidak mampu membendungnya sehingga hanya mampu mengadu kepada Tuhan, Allah SWT.

Kenapa dengan Corona Virus Disease (Covid-19) itu?

Wabah itu sendiri bisa jadi ujian Tuhan kepada umat-NYA, namun, melihat beberapa tayangan di Youtube, boleh jadi virus itu memang sengaja diciptakan oleh sekelompok orang yang melibatkan ilmuwan, penguasa modal, atau tokoh-tokoh lintas benua yang mengendalikan hiruk-pikuknya politik, sosial, ekonomi dan keamanan dunia. Tentu demi keuntungan tertentu.

Kita tidak harus suudzon .. , tapi bolehlah kita waspada dan selebihnya, jika benar Corona diciptakan oleh orang dzolim dan sekarang banyak masyarakat dunia menderita karenanya, Sholawat Asyghil tidak terlalu aneh untuk dilantunkan untuk mohon perlindungan keharibaan-NYA.

Silahkan klik Link ini: SHOLAWAT ASYGHIL

Jika Anda kesulitan meng-akses, gunakan alternatif Link ini:  SHOLAWAT ASYGHIL





Oya, beberapa waktu yang lalu, gunung Merapi juga ikut terbatuk-batuk, atau memang Kyai Semar mulai meradang?

Sabar dulu, jangan-jangan gambar yang viral itu editan. Kalau ada banyak foto yang mirip dan beredar silih berganti, mungkin itu foto asli (kan yang menfoto erupsi Merapi bukan hanya satu orang saja dalam waktu yang bersamaan).

Yang ini juga kita harus berucap: "Wallahu a'lam bish-showab".


---[Jogja_an20200405_04.17]---