Jika penulis ditanya seperti itu, spontan akan jawan: "Tidak yakin!".
Tapi jangan salah, saat ini guru yang baik juga masih sangat banyak, meski beliau-beliau itu banyak tersandera pada hal-hal yang bersifat administratip atau tercengkeram oleh aturan kepegawaian yang justru membelenggu 'benih-benih sifat Guru Sejati' yang ada pada dasar hatinya.
Perjalanan penulis menjadi guru sejak 1982, mulai Guru Honorer pada SMA swasta di Sleman, menjadi Guru PNS di Ternate Maluku Utara dan kemudian pindah ke SMK kenamaan di Jogja, membuat benak penulis terhiasi oleh banyak warna-warni kebijakan pendidikan yang gonta-ganti dan tidak begitu jelas juntrungnya, apa tujuannya bagi anak-anak tercinta negeri tercinta ini.
Sebuah pernyataan kontroversial sering penulis sampaikan kepada narasumber pendidikan di tingkat daerah maupun nasional: "Bubarkan RSBI, bubarkan ISO dan bubarkan Sertifikasi Guru".
Alhamdulillah, RSBI dan ISO sudah tidak diberlakukan lagi di sekolah, tinggal Sertifikasi Guru yang belum bubar, namun rasanya makin hari makin rumit saja.
Aturan makin ketat dan syarat-syatatnya makin memberatkan. Bahkan sekarang tunjangan sertifikasi itu seakan-akan menjadi 'pusaka maha sakti' untuk 'menekan' (kalau tidak boleh dikatakan 'mengancam') guru-guru yang saya sayangi dan saya hormati itu.
Secara pribadi saya pengin, guru-guru itu lebih fokus pada peningkatan kompetensi, belajar keilmuan (terutama pada Mata Pelajaran yang dituntut harus selalu updating) dan pada keteladanan budi-pekerti untuk siswa-siswinya.
Mana mungkin, guru yang sering 'berebut' jam demi mendapatkan 'kuota 24' sebagai syarat turunnya tunjangan sertifikasi guru akan dapat memberi teladan tentang sebuah pengorbanan?
Saya takut, saat negeri ini nanti terancam, anak-anak kita miskin jiwa pengorbanan karena secara terus-menerus dididik oleh guru-guru yang takut berkorban.
Saya rindu bangkitnya 'Jiwa Ksatria Mataram sebagaimana dicontohkan Sultan Hamengkubuwono IX' atau 'Jiwa patriotik yang penuh kesederhanaan dan pengorbanan sebagaimana Jendral Sudirman' di kalangan guru.
Semoga ada priyagung di Jogja yang punya kompetensi (baik keilmuan atau kewenangan) yang berkenan mengubah konsepsi pendidikan agar anak-anak kita nanti berkembang menjadi pribadi-pribadi yang mampu tampil sebagai benteng-benteng perkasa negeri ini, dan bukan sebagai robot atau mesin-mesin kapitalis dan imperialis Zaman-Now.
Kepada para Guru, selamat berkarya mengawali tahun ajaran 2018-2019 dengan kerumitan admisnistrasinya, namun saya tetap optimis, beliau-beliau itu akan tetap tegar dan tidak akan mengesampingkan perkembangan jiwa anak-anak kita.
Selamat berkutat dengan Kompetensi Inti (KI), Kompetensi Dasar (KD), Indikator, Kegiatan Pembelajaran, Distribusi Jam Pelajaran, Silabus, RPP .. dan lain-lain ..., dan lain-lain ...
Semoga Tuhan melimpahkan berkah-NYA bagi guru-guru yang "Guru".
Jogja, 27072018_14:18
No comments:
Post a Comment