Tersiar berita bahwa dini hari ini tadi; Kamis, 24 Mei 2018 jam 03.04, Merapi menyemburkan uap keatas dengan ketinggian kolom 6000 meter.
Merapi dalam pandangan Islam adalah 'makhluk' ciptaan Tuhan (titah Dalem Gusti Allah SWT) yang juga bisa berkata-kata dengan bahasa sesuai versi-nya. Dan, setiap gunung mendapat amanah dari Sang Pencipta untuk tugas tertentu.
Jika kita mengingat sejarah runtuhnya Pajang dan tumbuhnya Mataram (Kotagede), maka tampak terbukti bahwa alam-pun ikut berperan.
Apakah meletusnya gunung Merapi yang kemudian disusul banjir kali Opak itu hanya kebetulan? Atau, Danang Sutawijaya, putra Ki Gede Pemanahan (putra angkat yang sangat dikasihi Sultan Hadiwijaya) itu bisa mengendalikan Merapi dan sungai Opak yang membujur antara Kalasan dan Prambanan itu?
Yang jelas, setelah petistiwa itu, Mataram tumbuh menjadi negara besar dan Pajang surut.
Cerita yang lebih jauh adalah tutur tinular tentang 'Sandya Kala Majapahit', saat Sinuwun Brawijaya Pamungkas sedang 'di-negosiasi' oleh Kanjeng Sunan Kalijaga agar beliau mengijinkan Islam berkembang di Nusantara, dan merestui putranda-nya Raden Patah jumeneng Bupati Natapraja di Demak Bintoro (bekas alas Glagahwangi), hingga ada peristiwa fenomenal, raja agung Majapahit itu berkenan 'Pagas Rikma'.
Saat itu, pamomong Satria Tanah Jawa; Kyai Sabdapalon dan Kyai Nayagenggong tidak berkenan, dan ada 'ipat-ipat'; 'Limaratus tahun yang akan datang, aku akan hadir lagi, ditandai gunung Merapi njeblug, lahare mili ngidul ngulon, ambune banger ... dst'.
Dari situ, lagi-lagi Merapi menjadi sebuah tanda tentang terjadinya perubahan besar di bumi Nusantara ini. Apakah erupsi 2010 itu pertanda perubahan jaman, dan erupsi freatik berkali-kali ini juga tanda perubahan politik yang melibatkan seluruh wilayah (kawasan para Wali) Nusantara dan Keraton Mataram?
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment