Lagu ini saya dengar pada awal masa perantauan di Ternate, Maluku Utara, dan saya catat di buku pada 15 April 1987 dengan bantuan teman; Yamin Buamona (dari pulau Sanana) yang menterjemahkan bahasa Ternate (Maluku Utara) ke bahasa Indonesia
Tobelo sendiri sebenarnya ada di pulau Halmahera sisi timur, diapit oleh (kecamatan) Galela dan Kao, dan timur lautnya ada pulau Morotai yang dulu saat Perang Dunia II, pangkalan alamnya digunakan untuk mendarat pesawat tempur tentara Sekutu.
Penulis belum sempat jalan-jalan kesana, yang pernah saya jangkau hanya di lokasi transmigrasi Goal, kecamatan Sahu, Halmahera. Saat itu penulis ikut Pak Woko (tentara Kodim 1501, tinggal di perumahan Perwira; belakang benteng) beserta Bu Woko dan anak laki-laki satu-satunya (?).
Berangkat dari pelabuhan Bastiong Ternate menuju Sidangoli dengan kapal kayu (motor tempel). Saat itu saya sedang puasa, sempat muntah karena guncangan ombak laut yang meski tidak besar tapi karena kapal itu kecil saja maka mudah terayun-ayun oleh air.
Lokasi Trans itu sangat sunyi, jika malam hanya terdengar suara binatang malam. Benar-benar seperti orang terasing, sementara bangunan rumah itu terbuat dari papan kayu dan penerangan yang ada hanya lampu minyak (teplok) karena memang belum ada listrik.
Hiburan yang ada hanya mendengarkan radio, itupun sebatas siaran dari band SW (short wave), seperti; pemancar RRI Ternate, RRI Ujung Pandang, RRI Serui (Kota Kembang di Biak, Irian) atau stasiun radio Pertanian "Wonocolo" Surabaya yang suaranya ilang-ilang (fading).
Sebenarnya saya lihat disana ada stasiun TVRO (Television Receiver Only), mestinya siaran TVRI bisa terima disana melalui repeater kecil itu, meski jangkauannya terbatas. Tapi kalau tidak ada listrik berarti nyetel TV Hitam-Putih kecil-pun harus pakai accu. Sayangnya di rumah yang jauh dari tetangga itu tidak tersedia TV, mungkin beliau sengaja tidak bawa dari Ternate karena ribet perawatannya.
Oya, sekilas kenapa saya akrab dengan Pak Woko.
Saat teman guru (kost serumah dengan saya) mau menikah dapat adiknya Kapten Santoso, beliau itu jadi wakil manten pria. Selain itu, kebetulan sebagai anak Veteran, saya bergabung dengan teman-teman yang dibina oleh Kodim 1501 Maluku Utara (saat itu Dandim; Letkol Sucipto, dan Bupati: Ir. Sutikno), maka kadang kalau pulang dari kegiatan Pemuda Panca Marga (PPM), saya diajak sama-sama oleh Mayor Sutanto; Kasdim 1501 dan Istri (dari Jember; kira-kira saat itu seusia kakak saya) naik Jeep Banteng *).
Peristiwa yang menegangkan tapi juga menggelikan terjadi saat penulis datang di latihan Karawitan menggunakan gamelan baru yang belum lama diterima dari bantuan pemerintah. Konon, karena penduduk transmigrasi lebih banyak berasal dari Jawa Timur, maka yang lebih maju disana adalah Ludruk dan Janger.
Pas asyik-asyiknya menikmati latihan itu (maklum, merantau jauh, jadi kangen sama suara gamelan), tiba-tiba dua orang disitu terlibat cekcok dan jadi berkelahi hingga 'wilah gamelan' kepancal-pancal.
Esok harinya, dengar kabar bahwa malam itu memang ada pencuri, dan salah satu orang yang berkelahi itu kemasukan roh (kesurupan), padahal istrinya sedang hamil .. , he he .. , aneh-aneh saja.
Silahkan klik Link ini: KAGETARA TOBELO
Jika Anda kesulitan meng-akses, gunakan alternatif Link ini: KAGETARA TOBELO
Catatan:
*) Jeep Banteng = Jeep Tentara.
Saya menyebut 'Banteng' karena ingat; dulu tahun 1983 saat PKL di PT. National Gobel Jakarta, saya sering diantar Paklik pakai mobil seperti itu, dan beliau menyebutnya begitu (Mayor Laut Ir. Sukirno, tugas di Pangkalan Angkatan Laut; Pondok Labu, tinggal di Jl. Kapinis 2A).
an20181203_12:03
No comments:
Post a Comment